Kehabisan Bensin

Di Jawa, bensin habis bukan persoalan serius. Asal ada uang untuk membelinya, semua beres. SPBU tidak berjauhan di sini. Tak ada SPBU, penjual bensin eceran pun banyak.

Lain cerita jika kita di luar Jawa.

Ini pengalaman kami pas turing carpacker keliling Sulawesi Selatan empat tahun silam. Saya, istri, dan si kecil. Bertiga saja lima hari keliling 2000 km di Sulselbar non-stop. Karena kebiasaan di Jawa yang gampang ketemu SPBU, kebawalah tabiat tersebut dan kami nyaris panik gara-gara ini.

Pas itu malam hari habis Isya’. Kami memang menggunakan malam untuk perjalanan dan siang untuk keliling TKP wisata. Kami meninggalkan kota kecil Enrekang di pedalaman Sulawei untuk menuju kota Mamuju, Sulawesi Barat; usai dari Toraja sesiangnya. Fuel-gauge sekitar setengah setrip sisanya.

Saya santai aja mbejek gas. Istri yang kemudian mendadak serius dan berkata kepada saya, “Mending kita isi bensin dulu…”

“Ah santai aja, ntar ketemu SPBU atau di kota berikutnya saja…” Tukas saya.

“Emang nyampe?”

Saya mulai berpikir. Dari hari-hari sebelumnya, kami amati, di pedalaman Sulawesi ini SPBU hanya ada di pinggiran kota saja, menyambut yang mau masuk atau keluar kota. Lepas itu, alamat… :O

So, iya ya… Jangan-jangan ntar ndhak nyampe?

Alhasil, kami balik arah setelah sekitar 15 menit keluar kota, rasanya juga udah beberapa belas kilometer itu, demi ngisi bensin. Kami isi full-tank.

Dan ternyata petuah istri saya benar. Sekian ratus kilometer berikutnya, kami tidak menjumpai SPBU! Sebab kami menggunakan jalan tembus yang liwat perkebunan, ndhak mampir Kota Pinrang. Dan selanjutnya menyusuri pantai atau menembus pekatnya malam dalam pagar hutan-hutan sepanjang ratusan kilometer tanpa melihat SPBU buka!

Allahu Akbar!

Itu masih belom seberapa ngeri bagi kami.

Masih pada rangkaian carpacker tersebut, sekitar jam sembilan malam. Kami hendak keluar Bulukumba di kaki Sulsel, tempat perkampungan pembuat perahu Phinisi, menuju Sinjai di garis pantai timur Sulsel. Sempat nanyak ke penduduk setempat, “Pak di mana ada SPBU?”

“Wah terus Mas, masih jauh!” Jawab penduduk sambil menatap kami heran, entah karena apa.

Dan ketika ketemu SPBU terakhir sekaligus satu-satunya dalam stage ini, ia tutup.

Kami pikir karena ini sudah malam, namun ternyata sekaligus karena bensinnya habis. 😦

Mulai tegang, karena lampu kuning sudah nyala sejak sekian jarak lumayan jauhnya. Lampu kuning, bukan lagi setengah setrip. Karena saking lamanya ndhak ketemu SPBU.

Untung ada pengecer tepat di depan SPBU. Berapapun harganya, akhirnya saya borong agar bisa selamat sampe Sinjai, perjalanan menempuh hutan pekat belantara yang sekitar 3 jam lamanya.

Andaikan tak ada penjual bensin eceran itu, alamat kami harus nginep di situ.

Yang bikin galau: koq ada pengecer tepat di depan SPBU? Apakah mungkin itu SPBU biasa tutup karena kehabisan bensin? Apakah ini termasuk karakter daerah di luar Jawa yang sering telat bensin?

Balikpapan yang sarang sumur minyak aja BBM-nya sering amblas. Tapi kalo Balikpapan ini, kayaknya bukan karena pasokan telat, rumornya karena ada yang menghisap. Dihisap dari atas, dari bawah, dari depan, atau dari belakang. Bisa jadi demikian. Sepertinya demikian. Mungkin demikian. Entahlah.

Atau karena si penjual bensin sekedar nyediakan buat pejalan malam yang perlu bensin sementara SPBU di depannya udah tutup?

Entahlah.

Yang jelas nyampai Sinjai (lewat) tengah malam, lampu bensin udah nyala lagi.

Kami isi perut dulu di warung yang terlihat buka. Yang jual orang Jawa dan berbahasa Jawa. Selanjutnya kami cari losmen terdekat. Hanya 60 rb semalem. Losmen yang kamar mandinya masih lebih cakep kamar mandi rata-rata SPBU yang kami singgahi.

Kami ndhak dikasih diskon meskipun check-in udah lewat tengah malam (untungnya Mas penjaganya masih terjaga karena nonton TV, sepertinya lagi liat bola).

Istirahat malam hanya kami lalui dalam hitungan jam. Paginya, perjalanan carpacking ini kami lanjutkan kembali.

***

WELL, kalo trek kita off-road, wajar jika harus sedia bensin dalam jerry-can. Tapi ini trek on-road. So, hikmah moral yang kami dapatkan: selalu siapkan cadangan apapun dalam kondisi apapun.

Mestinya kami langsung isi bensin saat fuel-gauge masih di tengah tanpa perlu nunggu jarum tinggal satu setrip.

Padahal maksud kami ngisi bensin saat setrip udah nyandar kiri adalah buat ngitung FC/fuel-consumption: isi full-tank kemudian bagi dengan jarak tempuh. Makin panjang jarak tempuhnya, kami pikir biar makin mendekati akurat kami ngitungnya.

Ndhak nyangka kalo kejadian seperti itu: SPBU tidak di sembarang tempat ada dan kami terancam kehabisan bensin! Hiks…

Bagaimana dengan pengalaman Anda? [DF – Deasy & Freema]


Foto: Seruas jalan Trans Sulawesi yang menghubungkan Sulawesi Selatan dan Barat. Dalam itungan kami, ada 130 km stage menyusuri pantai seperti ini :O [DF]


Foto: Seruas jalan Trans Sulawesi yang menghubungkan Sulawesi Selatan dan Barat. [DF]


Foto: ini bukan jalanan pedesaan. Ini jalan raya antar kota. Dari Makasar ke Toraja dengan perjalanan sekitar 8 jam, kita akan melalui jalan ini. [DF]


Pas ketemu mulusnya.


Dan ini yang rusaknya. Kondisi faktual lebih serem dari yang tampak di foto. Kecepatan melintas maksimal secepat orang berjalan.


Foto [DF]: Double-track Makassar – Pare, sekitar 150 km atau 3 jam perjalanan, karena saat kami melintas masih banyak ruas yang sedang dalam pembangunan sehingga waktu tempuhnya lumayan lama. Sekarang mestinya udah mulus mampus.

Namun demikian, jalur ini bukan tol, sehingga tetep melintasi titik-titik keramaian ketika melintasi pusat kota. Ada tiga kota yang dilewati, yakni Maros (kota satelit Makassar, sepeti Sidoarjo bagi Surabaya), Pangkajene, Barru, Pare-Pare.

Kabarnya kini jalur kereta sedang dibangun di ruas ini, sebagai bagian dari jalur kereta Trans Sulawesi sepanjang 2000 km http://www.republika.co.id/berita/nasional/daerah/14/08/14/naanob-jalur-kereta-api-makassarparepare-dimulai


Karakter jalanan menembus hutan di Sulawesi. Foto dari http://old.setkab.go.id/en/nusantara-9591-jalur-lintas-makassar-maros-pare-pare-siap-dilalui-pemudik-lebaran.html

5 tanggapan untuk “Kehabisan Bensin

  1. Jadi FCnya kena berapa om di sana? Masih masuk 1:9 kah tanpa macet? Eh, seharusnya bisa lebih ya? 1:9 kalo kombinasi kena macet. 1:12 mungkin (belum pernah bener2 touring tanpa ketemu macet di Jawa)

    Suka

    1. Pssst, ini turing bukan bawa biem. Pake mopangan 1500 cc 😀 Tapi knalpot free-flow, lumayan juga bensinnya dibanding standarnya.

      Lagian jalananannya kelak-kelok naik-turun mulus-kasar; FC kadang susah dicompare dengan jawa yang banyak tol atau jalan lurus lebar.

      Mobil irit pun, kalo jarak antar kotanya panjang, musti perhatikan bensin aja pokoknya 😀

      Suka

Tinggalkan Balasan ke Freema HW Batalkan balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.